Hai sahabat navy dimanapun erada semoga kalian tetap sehat selalu ya.. kali ini saya akan mencoba mambahas tenang Ibu Kota Negara Indonesia yang tercinta ini yaitu :
"Jakarta"
dan "DKI"
Hari jadi 22 Juni 1527
Dasar hukum UU Nomor 29 Tahun 2007
Ibu kota Jakarta
Lokasi koordinat
- Total luas 740
km2
- Latitude 5°
19' 12" - 6° 23' 54" LS
- Longitude 106°
22' 42" - 106° 58' 18" BT
Populasi
(2013)
- Total 9.988.329
- Kepadatan 15.052,84/km2
Pemerintahan
- Gubernur Ir.
Basuki Tjahaja Purnama, M.M.
- Wakil Gubernur Drs. H. Djarot Saiful
Hidayat, M.Si.
- Ketua DPRD Prasetyo
Edi Marsudi
- Sekretaris Daerah Saefullah
- Kabupaten 1
- Kota 5
- Kecamatan 44
- Kelurahan 267
APBD (2015) Rp60.442.738.783.978,- (total)
- PAD Rp40.355.853.087.978,-
Demografi
- Suku bangsa Jawa
(35,16%), Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%),
Minang (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis, Aceh, Madura Dan lain-lain.
- Agama Islam
(85,36%), Protestan (7,54%), Katolik (3,15%), Buddha (3,13%), Hindu (0,21%),
Konghucu (0,06%)
- Bahasa Indonesia,
Betawi, Jawa, Tionghoa, Sunda, Inggris
Zona waktu WIB (UTC+7)
Lagu daerah Kicir-Kicir
Rumah
tradisional Rumah Bapang/Kebaya
Senjata
tradisional Golok
Situs web www.jakarta.go.id
Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota negara Republik Indonesia.
Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat
provinsi. Jakarta terletak di Tatar Pasundan, bagian barat laut Pulau Jawa.
Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta
(1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), Jakarta Tokubetsu Shi
(1942-1945) dan Djakarta (1945-1972). Di dunia internasional Jakarta juga mempunyai
julukan seperti J-Town, atau lebih populer lagi The Big Durian karena dianggap
kota yang sebanding New York City (Big Apple) di Indonesia.
Jakarta
memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah
10.187.595 jiwa (2011). Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang
berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Asia
Tenggara atau urutan kedua di dunia.
Sebagai pusat
bisnis, politik, dan kebudayaan, Jakarta merupakan tempat berdirinya
kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini
juga menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor
sekretariat ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni Bandara
Soekarno–Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta satu pelabuhan laut di
Tanjung Priok.
Etimologi
Nama Jakarta
sudah digunakan sejak masa pendudukan Jepang tahun 1942, untuk menyebut wilayah
bekas Gemeente Batavia yang diresmikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1905.Nama ini dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta (Dewanagari जयकृत), yang diberikan oleh
orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) setelah
menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Nama
ini biasanya diterjemahkan sebagai "kota kemenangan" atau "kota
kejayaan", namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh
sebuah perbuatan atau usaha".
Bentuk lain
ejaan nama kota ini telah sejak lama digunakan. Sejarawan Portugis, João de
Barros, dalam Décadas da Ásia (1553) menyebutkan keberadaan "Xacatara
dengan nama lain Caravam (Karawang)".Sebuah dokumen (piagam) dari Banten
(k. 1600) yang dibaca ahli epigrafi Van der Tuuk juga telah menyebut istilah
wong Jaketra, demikian pula nama Jaketra juga disebutkan dalam surat-surat
Sultan Banten dan Sajarah Banten (pupuh 45 dan 47)sebagaimana diteliti Hoessein
Djajadiningrat. Laporan Cornelis de Houtman tahun 1596 menyebut Pangeran
Wijayakrama sebagai koning van Jacatra (raja Jakarta).
Sunda Kelapa
(397–1527)
Jakarta pertama
kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda
Kalapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang
dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Padjadjaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat
ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber
Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan
Sunda selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda
Kalapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting
karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo
(dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti "ibu kota") dalam
tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara
pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-5
dan diperkirakan merupakan ibu kota Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad
ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal
asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah
berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra,
kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan
rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Jayakarta
(1527–1619)
Bangsa
Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad
ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk
mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan
serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya
permintaan bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan
oleh orang Sunda dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa
diselokakan dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian
benteng tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang
pelabuhan tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena
penyerangan tersebut membungihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh
banyak rakyat Sunda di sana termasuk syahbandar pelabuhan. Penetapan hari jadi
Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, wali kota Jakarta, pada tahun 1956 adalah
berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada
tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang
berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari
Kesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu
Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Batavia
(1619–1942)
Pasukan
Pangeran Jayakarta menyerahkan tawanan Belanda kepada Pangeran Jayakarta. Bekas
gedung stadhuis atau balai kota Batavia. Bangunan ini sekarang menjadi Museum
Sejarah Jakarta.
Belanda datang
ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun
1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah
seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon
Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan
kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda,
Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. Untuk pembangunan kota, Belanda banyak
mengimpor budak-budak sebagai pekerja. Kebanyakan dari mereka berasal dari
Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir Malabar, India. Sebagian
berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk komunitas yang dikenal
dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat
ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum kedatangan para budak
tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah Jayakarta seperti
masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan suku-suku dari etnis pendatang, pada
zaman kolinialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya masing-masing. Maka
di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti Pecinan, Pekojan,
Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bali, dan Manggarai.
Pada tanggal 9
Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000 orang
Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke
luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Dengan selesainya
Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan.
Tanggal 1 April 1905 di Ibukota Batavia dibentuk dua kotapraja atau gemeente,
yakni Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Tahun 1920, Belanda membangun kota
taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru bagi petinggi Belanda
menggantikan Molenvliet di utara. Pada tahun 1935, Batavia dan Meester Cornelis
(Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah wilayah Jakarta Raya.
Pada 1 Januari
1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem
desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk
pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang
dibentuk di wilayah Jawa yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1
Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326,
1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Batavia menjadi salah
satu keresidenan dalam Provincie West Java disamping Banten, Buitenzorg
(Bogor), Priangan, dan Cirebon.
Jakarta
(1942–sekarang)
Jakarta (ジャカルタ特別市,
Jakaruta Tokubetsu Shi) (1942–1945)
Pendudukan
oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta
untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan
tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Jakarta
(1945-sekarang)
Sebelum tahun
1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959,
status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah wali
kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh
gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang
dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh
Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Djakarta diubah dari Daerah Tingkat
Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh
Sumarno.
Semenjak
dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat
kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta.
Dalam waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung
permukiman kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru,
Cempaka Putih, Pulo Mas, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat permukiman juga
banyak dibangun secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik
negara seperti Perum Perumnas.
Pada masa
pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar, antara lain
Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini pula
Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis
kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat
permukiman besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok
Indah (oleh PT Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta
Selatan.
Laju
perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada
awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi
pendatang. Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa
kepemimpinan gubernur selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus
bergelut dengan masalah-masalah yang terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti
banjir, kemacetan, serta kekurangan alat transportasi umum yang memadai.
Pada Mei 1998,
terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis Tionghoa. Gedung
MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan reformasi. Buntut
kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan.
Jakarta
merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Saat ini,
lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta.[20] Perekonomian Jakarta
terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif,
dan keuangan. Beberapa sentra perdagangan di Jakarta yang menjadi tempat
perputaran uang cukup besar adalah kawasan Tanah Abang dan Glodok. Kedua
kawasan ini masing-masing menjadi pusat perdagangan tekstil serta dengan
sirkulasi ke seluruh Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang,
banyak pula yang menjadi komoditi ekspor. Sedangkan untuk sektor keuangan, yang
memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta adalah industri
perbankan dan pasar modal. Untuk industri pasar modal, pada bulan Mei 2013
Bursa Efek Indonesia tercatat sebagai bursa yang memberikan keuntungan
terbesar, setelah Bursa Efek Tokyo.[21] Pada bulan yang sama, kapitalisasi
pasar Bursa Efek Indonesia telah mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua
tertinggi di kawasan ASEAN.[22]
Ekonomi
Pada tahun
2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp 110,46 juta per tahun
(USD 12,270). Sedangkan untuk kalangan menengah atas dengan penghasilan Rp
240,62 juta per tahun (USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk. Di sini
juga bermukim lebih dari separuh orang-orang kaya di Indonesia dengan
penghasilan minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama ditopang
oleh kenaikan harga saham serta properti yang cukup signifikan. Saat ini
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan harga properti mewah yang
tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,1%. Selain hunian mewah, pertumbuhan
properti Jakarta juga ditopang oleh penjualan dan penyewaan ruang kantor. Pada
periode 2009-2012, pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di atas 150
meter) di Jakarta mencapai 87,5%. Hal ini telah menempatkan Jakarta sebagai
salah satu kota dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia.Pada tahun
2020, diperkirakan jumlah pencakar langit di Jakarta akan mencapai 250 unit.
Dan pada saat itu Jakarta telah memiliki gedung tertinggi di Asia Tenggara
dengan ketinggian mencapai 638 meter (The Signature Tower).
Mungkin sekian dulu ya pembahasan tentang jakarta ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. dilain waktu kita akan membahasnya lagi.. terimakasih telah berkunjung di blog kami.